Friday, October 9, 2015

Kebijakan dalam Perdagangan Internasional - Setiap negara akan berupaya untuk melindungi perekonomian di dalam negaranya dan pengaruh pelaksanaan perdagangan internasional. OIeh karena itu, ada beberapa kebijakan yang akan diarnbil oleh setiap negara. Kebijakan ini berkaitan dengan proteksi (perlindungan) industri dalam negeri karena pengaruh perdagangan internasional tersebut. Kebijakan-kebijakan tersebut, antara lain tarif, kuota, larangan ekspor, larangan impor, subsidi, premi, diskriminasi harga, dan dumping.

1.    Tarif
Tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang yang melewati baras suatu negara. Tarif dapat dikenakan terhadap barang impor ataupun ekspor. Akan tetapi, dalam analisis ekonomi, tarif impor lebih penting dan pada tarif ekspor.

       Ada beberapa macam penggolongan tarif, antara lain sebagai berikut :
a.    Bea ekspor (export duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut ke negara lain.
b.    Bea transito (transit duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang yang hanya melewati negara tersebut karena tujuan akhirnya negara lain.
c.    Bea impor (impor duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang yang masuk dalam daerah pabean suatu negara dengan ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir.

Pembebanan tarif atas suatu barang dapat menimbulkan pengaruh terhadap perekonomian suatu negara, khususnya terhadap pasar barang yang dikenai tarif tersebut.
Pengaruh pembebanan terhadap harga barang impor dapat digambarkan dalam kurva berikut :


Keterangan :
OP     merupakan harga produsen di luar negeri sebelum ada pembebanan tarif
OQ1     merupakan jumlah produksi dalam
OQ4     negeri besarnya konsumsi dalam negeri
Q1Q4    besarnya impor barang-barang dan luar negeri
PP1    merupakan besarnya tarif atas barang impor
OP1    besarnya harga barang di dalam negeri setelah adanya tarif impor

Setelah adanya tarif produksi dalam negeri dapat bersaing dengan barang impor. Harga barang-barang impor menjadi mahal, sehingga produksi dalam negeri meningkat Q1Q2. Karena harga barang impor yang mahal, konsumen mengurangi konsumsinya sebesar QO4. Luas segi empat GHIJ merupakan penerimaan pemerintah dan tarif barang-barang impor.

2.    Kuota
Kuota adalah pembatasan jumlah barang yang boleh masuk (kuota impor) dan jumlah barang yang boleh keluar (kuota ekspor). Kuota yang diterapkan oleh pemerintah biasanya dilakukan dengan cara memperkenankan impor ataupun ekspor suatu barang dengan jumlah yang dibatasi.

a.   Kuota Impor
Beberapa jenis kuota impor, antara lain sebagai berikut :
1.    Absolute atau unilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa persetujuan dan negara lain.
2.    Negotiated atau bilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukankan berdasarkan Perjanjian antara dua negara atau lebih yang terlibat dalam perdagangan.
3.    Tarif quota adalah gabungan antara tarif dan kuota. Untuk barang-barang tertentu jumlahnya dibedakan dan diizinkan masuk atau keluar tetapi dikenakan tarif yang tinggi.
4.    Mixing quota adalah pembatasan penggunaan bahan mentah yang diimpor dengan proporsi tertentu dalam rangka melaksanakan produksi barang akhir. Pembatasan mixing quota bertujuan mendorong perkembangan industri di dalam negeri.

Adanya kuota impor berarti barang-barang impor di pasaran tersedia terbatas. Hal tersebut berarti barang-barang sejenis yang dihasilkan di dalarn negeri dapat bersaing. Jika digambarkan dalam bentuk kurva akan tampak seperti berikut :


Keterangan :
QQ1    besarnya produksi dalam negeri sebelum ada kuota impor
QQ4    besarnya konsumsi dalam negeri sebelum ada kuota impor
Q1Q1    besarnya impor barang dan luar negeri sebelum ada kuota impor
OP     harga barang sebelum ada kuota impor
Q2Q3    besarnya impor barang yang diperkenankan pemerintah setelah kuota
OP1     harga barang dalam negeri setelah adanya kuota impor
OQ2     besarnya produksi dalam negeri setelah adanya kuota impor
OQ3     besarnya konsumsi setelah adanya kuota impor
Segiempat BCEF keuntungan yang diperoleh pedagang pengimpor setelah adanya kuota.

              b.   Kuota Ekspor
Kuota ekspor yang diterapkan oleh setiap negara memiliki beberapa tujuan , antara lain :
1.    Mencegah barang-barang yang penting agar tidak jatuh ke negara yang dianggap berbahaya
2.    Menjamin ketersediaan barang di dalam negeri dalam jumlah yang cukup
3.    Mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga dalam menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri
Kuota ekspor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah yang merupakan komoditas perdagangan penting.

    3.    Larangan Ekspor
Larangan ekspor adalah kebijakan pemerintah dalam perdagangan internasional yang tidak memperbolehkan ekspor barang dan dalam ke luar wilayah pabean suatu negara. Misalnya, ekspor pasir laut Indonesia ke Singapura dilarang karena menimbulkan kerusakan Iingkungan yang merugikan negara.

4.    Larangan Impor
Larangan impor merupakan kebalikan dan larangan ekspor, yaitu suatu kebijakan dalam perdagangan dengan cara melarang membeli barang dan luar negeri untuk melindungi dan mengembangkan industri dalam negeri. Misalnya, larangan mengimpor beras, bawang putih, dan gula pasir. Jika barang-barang (komoditas) tersebut tidak dilindungi, petani padi, bawang, dan tebu akan mendenita kerugian yang besar.
Apabila digambarkan dalam bentuk kurva, pengaruh larangan impon terhadap harga barang akan tampak seperti berikut :


       Keterangan :
OQ    besarnya produksi dalam negeri sebelum ada larangan impor
Q1Q3    besarnya impor barang sebelum ada larangan
OQ3    besarnya konsumsi barang sebelum ada larangan impor
OP    tingkat harga barang sebelum ada larangan impor
OQ2    besarnya produksi dalam negeri setelah ada larangan impor
OQ2    besarnya barang setelah ada larangan impor karena tidak ada barang impor di pasar (impor = 0)
OP1    tingkat harga barang setelah ada larangan impor

Dengan adanya larangan impor, produsen dalam negeri dapat menjual barang lebih banyak dan dengan harga yang Iebih tinggi.

5.    Subsidi
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau pun mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Dengan subsidi, harga jual suatu barang dapat terjangkau oleh masyarakat. Maksud diberikannya subsidi adalah agar para produsen dalam negeri menjual barangnya dengan harga yang lebih murah sehingga bisa bersaing dengan barang-barang impor. Subsidi ini dapat berupa
a.     uang yang diberikan secara Iangsung (nominal rupiah);
b.     subsidi per unit produksi.
Pengaruh subsidi biaya produksi dalam negeri terhadap barang-barang impor dapat digambarkan dalam kurva berikut.


       Keterangan :
QQ2    Besarnya produksi dalam negeri sebelum ada subsidi
Q1Q3    Besarnya impor barang sebelum ada subsidi untuk produksi dalam negeri
OQ3    Besarnya konsumsi barang di dalam negeri
OP    Tingkat harga sebelum ada subsidi
BC    Besarnya subsidi yang diberikan pemerintah sehingga kurva penawaran bergeser dari So ke S
OQ2    Besarnya produksi dalam negeri setelah adanya subsidi
Q2Q3    Besarnya impor barang setelah ada subsidi untuk produksi dalam negeri
PP1BC     Besarnya subsidi total yang diberikan kepada produsen dalam negeri
Setelah ada subsidi, harga barang tetap sebesar OP dan jumlah konsumsi barang juga tetap sebesar OQ2.

    6.    Premi
Premi dalam kebijakan perdagangan internasional berupa kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan daiam meningkatkan ekspornya. Misalnya, penghargaan untuk kualitas barang yang memenuhi standar kualitas ekspor, penyederhanaan prosedur ekspor, biaya ekspor yang murah, dan penyediaan fasilitas pelabuhan ekspor yang memadai.

7.    Diskriminasi Harga dan Dumping
Salah satu kebijakan dalam perdagangan inrernasional yang cukup banyak mendapat sorotan adalah dumping. Kebijakan ini merupakan salah satu bentuk diskriminasi harga. Suatu negara dikatakan melakukan dumping jika mengekspor hasil produksinya ke suatu negara dengan harga yang lebih rendah daripada harga di dalam negeri.
Misalnya, Jepang menjual elektroniknya ke Indonesia dengan harga yang murah, padahal harga elektronik dengan merek dan tipe yang sama di Jepang sendiri harganya mahal. Kebijakan menaikkan harga di dalam negeri ini biasanyaditujukan untuk menutupi kerugian yang mungkin terjadi di luar negeri.
Dalam menjalankan kebijakan ini, harus memenuhi persyararan-persyararan rerrenru, anrara lain sebagai berikut :
1.    Kekuatan monopoli di dalam negeri lebih besar daripada di luar negeri atau dengan kata lain bahwa kurva permintaan di dalam negeri relatif kurang elastis dibandingkan dengan luar negeri yang keadaan pasarnya persaingan sempurna.
2.    Konsumen di dalam negeri tidak dapat membeli barangnya dan luar negeri.

          F.    Devisa
Devisa merupakan total valuta asing yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta. Dengan memerhatikan pengertian devisa, yaitu kekayaan terhadap negara lain maka devisa mempunyai beberapa fuüngsi, antara lain sebagai berikut :
1.      sebagai alat pembayaran luar negeri;
2.      sebagai jaminan utang;
3.      sebagai jaminan impor;
4.      alat ukur kemampuan negara dalam melakukan transaksi internasional.
Sumber-sumber devisa berasal dan penerimaan Jun negeri, antara lain sebagai berikut :
1.      penerimaan hasil minyak dan gas bumi;
2.      pinjaman luar negeri;
3.      jasa pengangkutan ke luar negeri;
4.      penerimaan bunga obligasi asing;
5.      pengirirnan tenaga kerja Indonesia (TIC) ke luar negeri;
6.      penjualan kayu hutan ke luar negeri.
Besarnya cadangan devisa suatu negara dapat diketahui melalui neraca pembayaran internasional (balance of payment). Makin besar cadangan devisa yang dimiliki oleh pemerintah dan penduduk suatu negara, makin besar Icemampuan negara tersebut dalam melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional dan makin kuat pula nilai mata uang negara tersebut.
Beberapa kebijakan pengaruran sistem devisa yang pernah dilaksanakan di Indonesia, antara lain sebagai berikut :

           1.    Sistem Devisa Kontrol
Sistem in diterapkan di Indonesia berdasarkan UU No. 32 Tahun 1964. Pada wakru direrapkan undang-undang ini, devisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa umum (DU). Sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada saat ini, setiap perolehan devisa wajib diserahkan kepada negara.

           2.    Sistem Devisa Semikontrol
Sistem ini diterapkan di Indonesia berdasarkan Perpu No. 64 Tahun 1970. Perolehan DHE wajib diserahkan kepada Bank Indonesia dan penggunaannya juga harus mendapat izin dari Bank Indonesia, sementara untuk DU dapat secara bebas diperoleh dan dipergunakan. Administrasi perolehan dan penggunaan DHE dilanjutkan oleh Bank Indonesia, sementara Lalu lintas devisa untuk jenis DU mulai tidak dapat diadministrasikan dan dipantau secara baik.

           3.    Sistem Devisa Bebas
Sistem ini diterapkan di Indonesia berdasarkan PP No. 1 Tahun 1982. Dengan peraturan ini, setiap penduduk dapat bebas memiliki dan menggunakan devisa. Hal itu berlaku untuk semua jenis devisa, baik bentuk DHE maupun DU. Tidak ada pengaturan mengenai kewajiban bagi penduduk untuk melaporkan devisa yang diperoleh dan tujuan penggunaannya. Kebebasan sistem devisa ini kemudian diartikan sistem devisa tidak wajib lapor.

            4.    Penegasan Sistem Devisa Bebas

Undang-Undang No.24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar yang diberlakukan pada tanggal 17 Mel 1999. Dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa. Undang-undang tersebut juga menegaskan kewajiban bagi setiap penduduk untuk memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa yang dilakukannya, baik secara Iangsung maupun melalui pihak lain yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Diatur pula kewenangan Bank IndonesIa unruk menetapkan ketentuan atas berbagai jenis nansaksi devisa yang dilakukan oleh bank dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan kebijakan devisa di Indonesia.

0 komentar:

Post a Comment

 
close